****** " he-NING ngePURing dino kang maWANti-wanTI " ******

Translate

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Insun,Insan dan Unas atau An-Nas

Selasa, 06 Desember 2011

Dari ketiga kata ini yakni Insun,Insan,dan Un-Nas atau An-Nas,kita bisa mrngetahui bahwa manusia memiliki tiga unsur dalam dirinya.

1. Jasmani atau Jasad atau Raga atau Tubuh
Ini  adalah unsur diri manusia yang bisa dilihat dengan mata,diraba dengan tangan ,dibau oleh hidung. dan didenga oleh telinga.Jasad manusia tersusun dari campuran dari empat macam unsur bumi yakni tanah ,air,api dan udara. dalam kedudukannya sebagai pemilik raga jasmani, manusia tidak berbeda dari mahluk  lainnya : yakni hewan ,tumbuhan dan jamad(dan benda benda mati).Maka ketika manusia sudah tidak memiliki nyawa atau telah mati ,jasadnya akan hancur dan keempat unsurnya akan menyatu dengan bumi. inilah unsur manusia yang pertama.

2. Nafs atau Jiwa
Nafs dalam bahasa Arab memiliki arti 'diri'. semua manusia yang masih hidup di dunia ,selain memiliki raga ia juga memiliki jiwa.Jiwa manusia yang tidak memiliki raga sama saja dengan 'hantu' atau mahluk ghaib yang tak bisa dilihat keberadaanya. sebaliknya ,manusia yang tak berjiwa sama saja ia dengan benda mati atau pohon yang tak bisa bebas bergerak .Ia hanya menjadi seonggok mayat  yang segera membusuk dan membaur dengan bumi.
Jika dibandingkan dengan jasmani,maka jiwa memiliki kedudukan yang lebih penting .Jiwalah yang dapat merasakan senang,gembira marah,emosi, atau duka nestapa. jiwa pula yang merasakan lapar ,dahaga,kenyang .sakit,pedih, atau rasa nikmat. Sebenarnya hewanpun juga memiliki jiwa  seperti manusia ,sehingga mereka juga akan merasakan mati sebagaimana firman Alloh SWT :


"tiap -tiap yang berjiwa akan merasakan mati" (QS al-Anbiya[21]:35)


Hewanpun dapat merasakan apa yang dirasakan manusia ,seperti lapar,dahaga,nagantuk lelah dan sebagainya .namun hewan memiliki perbedaan mendasar dengan manusia.yakni bahwa ,anusia diberi dua instrumen pendukung yang amat vital,yaitu akal danhati.dua instrumen inilah yang menjadi pembeda antara manusia dengan mahluk lainnya,khususnya hewan.

Konon Alloh SWT pernah menawarkan amanah kepada calon-calon mahluknya ( ini terjadi dizaman azali).Amanah ini pernah ditawarkan oleh langit dan Bumi ,tetapi mereka menolak untuk mengembannya karena mereka tidak mampu.Ahirnya manusialah yang menerima Amanah itu. Sebagai sarana pendukung untuk mengemban amanah itu,maka manusia dianugrahi akal dan hati.Inilah keistimewaan manusia dibanding mahluk lainnya,termasuk malaikat .bahkan para malaikatpun tidak diberi akal oleh Alloh SWT.Maka manusia bisa memiliki derajat lebih Mulia dari malaikat,manakala ia mampu memaksimalkan kerja akal dan hati sesuai yang dikehendaki Alloh SWT.

Akal dan Hati sebagai dua instrumen vital juga ditempatkan pada jasmani .Akal berada dikepala Manusia dalam bentuk otak. Otak jasmani tersusun laksana kabel-kabel yang terangkai sedemikian rupa, rapi dan sempurna. Namun otak dalam kepala manusia itu tetaplah merupakan benda mati. Manakala tak berjiwa ,tak ada fungsinya dia. Demikian pula dengan Hati.pada Jasad ,hati berwujud gumpalan darah yang padat membeku didalam dada ,kita menyebutnya dengan istilah Hati. Hati yang membentuk Gumpalan darah ini juga merupakan benda mati saja,sama halnya dengan otakdalam kepala yang tak berfungsi,jika tak ada jiwa yang bersemayam didalam raga tersebut.

Rasululloh SAW menggambarkan masalah hati ini :
" Di dalam dada manusia ada segumpal daging,yang jika ia baik maka semua menjadi baik, dan jika ia rusak   maka rusaklah semuanya.Segumpal daging itu adalah HATI"

Ingatlah, Istilah " segumpal daging" yang dikatakan nabi Muhammas SAW ini lebih bernuansa simbolis,teramat sulit untuk memberikan gambaran hati pad ajiwa yang tak bisa dilihat.kita akan lebih mudah melihat hati fisik ayam, hati sapi, hati kambing,yang semuanya berwujud gumpalan darah yang padat ,karena padatnya maka Rosulilloh SAW menyebutnya dengan istilah daging. Demikian pula halnya dengan hati manusia.
Sama halnya dengan Otak,hati jasad atau hepar, hanyalah benda mati manakala tubuh tak berjiwa ,ia hanya sekedar berfungsi dalam metabolisme tubuh ,akan lain halnya jika sudah berjiwa .inilah yang bisa kita lihat pada hewan hewan .Otak dan hati mereka sekedar ada demi kinerja tubuh jasmani. Maka hewan-hewan tidaklah bisa berfikir,membedakan mana yang baik dan mana yang buruk ,serta tidak merasakan sedih,gembira,nestapa,dan bahagia. Kalaupun tampak mereka memiliki rasa seperti manusia ,hal itu lebih didorong adanya naluri atau insting semata.

Jika tubuh sudah berjiwa,maka otak dan hati menjadi sempurna.Susunan kabel dan onderdil pada otak siap bekerja karena program-programnya sudah ada segalanya siap on.Demikian pula dengan hati ,program-program akal dan hati inilah yang membedakan manusia satu dengan yang lainnya. maka kita bisa melihat adanya orang yang cerdas ,yang biasa - biasa saja, agak pandir atau jenius.juga kita dapat melihat ada orang yang penyabar,penyayang, gampang marah, dan ada yang suka terburu-buru, emosional dan sebagainya .inilah kerja akal dan hati dalam dimensi jiwa.
Jiwa merupakan sarana kesadaran bagi jiwa manusia .ketika jiwa bersemayam didalam raga maka seseorang berada dalam kondisi sadar. Ia bisa berfikir dan merasa.Namun ketika jiwa keluar dari Raga,maka seseorang berada dalam kondisi tidak sadar ,ia tidak bisa merasakan apa - apa. tak merasa sakit, senang,dan gindah yang dtimbulkan jasad,apalagi untuk berfikir.

Seseorang yang dalam keadaan tidur,jiwanya melayang keluar dari raga, Jika sang jiwa berada dialam mimpi ,bisa saja merasakan sesuatu .Ini sering kita alami saat mimpi bukan? Dalam keadaan mimpi kita bisa merasakan sedih.gembira ,gundah,galau, atau bahagia. Bahkan kitapun juga bisa berfikir saat itu, Namun semua rasa itu tidak berkaitan dengan raga. Lain halnya ketika sadar (tidak dalam kondisi tidur) Kita akan merasakan sakit saat dicubit ,senang manakala dipuji, jiwa seseorang yang tidur tetap memiliki ikatan dengan jasad.
Saat mimpi sedih ,tanpa sadar tiba-tiba mata kita ikut mengeluarkan airmata ,ketika seseorang hendak merasa buang air kecil saat sedang tidur lalu mimpinya pun terpengaruh dalam keadaan fisiknya hingga ia mimpi buang air kecil dan tiba-tiba ngompol.Keadaan yang demikian ini tak beda dengan kondisi seseorang dalam keadaan pingsan atau koma. Hanya saja ikatan Jiwa pada jasad dalam keadaan seperti ini terasa lebih jauh dan longgar dibandingkan ketika sedang tidur.

Sementara jika meninggal dunia maka jiwanya akan keluar dari raga dan tak bisa masuk kembali kedalamnya. Ikatan jiwa dengan raga terputus total. Tak bisa lagi ia kembali Maka jasad dalam kondisi ditinggal jiwa seperti ini benar benar tidak bisa merasakan apa - apa. demikian pula sebaliknya ,apa yang terjadi pada jasad tak akan dapat mempengaruhi jiwanya ,jiwa hanya sekedar dapat melihat keberadaan jasadnya yang beku.
Inilah gambaran dari tahapan tahapan kematian manusia,Seseorang yang sedang tidur,ia dianggap sedang mati kecil karena saat itu jiwa keluar meninggalkan raga ,namun antara jiwa dan raga masih memiliki ikatan yang erat,masih ada tali perekat antara jasa dan jiwa saat itu.
Maka sebelum tidur Rasululloh SAW menganjurkan berdoa :

" Dengan menyebut nama-MU ya Alloh aku hidup,dan dengan menyebut nama-Mu ya Alloh aku mati " ( HR Bukhori )

Juga saat bangun tidur Nabi Muhammad menganjurkan berdoa:

" Segala puji bagi Alloh yang telah menghidupkan kami setelah mematikan kami,dan kepada-Nya (kami) kembali ( HR Bukhoro Dan Muslim)

Devinisi dan Unsur-Unsur Diri Manusia

Manusia adalah satu Mahluk Alloh yang paling sempurna,baik dari aspek jasmaniah dan lebih lebih ruhaniyah.karena kesempurnanya itulah,maka untuk dapat mengenal dan memahami secara mendalam dan totalitas dibutuhkan keahlian yang spesifik .dan hal itu tidak mungkin dapat dilakukan melalui studi yang panjang dan hati-hati tentang "manusia" melalui Al-qur'an.Dan sudah tentu ini harus dibawah bimbingan dan petunjuk Alloh,serta harus berparadigma pada proses pertumbuhan dan perkembangan eksistensi diri yang terdapat pada para nabi dan Rosul,khususnya Nabi Muhammad SAW.

A. Manusia

Pertama kali,marilah kita mencari arti,definisi dan makna dari istilah manusia ini yang dimulai dari pemahaman secara bahasa (etimologi).sebagian orang mengatakan bahwa istilah "manusia" berasal dari bahasa arab,yakni man (mahluk berakal) nusiya ( yang dilalaikan) dariasal kata ini bisa diambil satu definisi bahwa manusia adalah mahluk yang bernyawa dan memiliki akal yang dilekati sifat lupa. Kata nusiya bermakna pasif,yaitu dilalaikan.Alloh SWT sebagai Pelaku atau pemberi kelalaian,sementara manusia sebagai obyek yang menerima sifat sifat lalai.Hal itu dikuatkan dengan sabda nabi Muhammad SAW "manusia adalah tempatnya salah dan lupa".

Maka sudah menjadi kepastian bahwa setiap manusia pasti memiliki salah.tak terkecuali para nabi dan oranh2 saleh.mereka juga melakukan kesalahan,meski tak sengaja,maka nabi muhammad SAW selalu mengungkapkan istigfar (permohonan ampun) sekurang-kurangnya 70 kali setiap harinya,itu nabi muhammad SAW yang sudah maksum (terjaga),beliau masih mengucapkan istigfar .lalu bagaimana dengan kita yang masih jauh dari maksum?

Adapun makna maksum yang disandang oleh nabi Muhammad SAW,dan barangkali disandang oleh para kekasih Alloh yang dikehendaki-Nya,bukan berarti terbebas sama sekali dari kesalahan sama sekali.Memang benar,orang orang yang telah maksum terhindar dari melakukan kesalahan yang dilakukan dengan sengaja,namun mereka tetap tidak bisa menghindarkan diri dari perbuatan kilaf yang dilakukan tanpa kesengajaan.Dan penjagaan yang dianugrahkan AAlloh kepada kekasihNya ini lebih ditekankan pada pembersihan yang dilakukan saat itu juga,yakni manakala sang hamba melakukan kekilafan.Misalnya: seorang kekasih Alloh tanpa sadar telah mengeluarkan kata-kata yang menyinggung perasaan seseorang,beberapa saat kemudian sang kekasih Alloh tersebut kesandung batu saat berjalan hingga jari kakinya berdarah .Alloh akan melakukan anugrah "penjagaan" kepadanya, yakni memberi hidayah sehingga kekasihnya tersebut tidak memakai batu atau obyek lainnya,melainkan pengucapan innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji'un disertai kesadaran dalam hati bahwa semua itu berasal dari Alloh SWT juga. Darah yang keluar dari kaki diiringi rasa sakit diterimanya dengan ikhlas hingga menjadi penebus atas kekilafan yang baru saja dilakukannya .Ini lebih menguntungkan daripada hukumannya ditunda hingga ahirat kelak.

Nah,dalam kasus kecil diatas Alloh SWT akan menghapus setiap kekhilafan yang telah dilakukan kekasih-Nya tersebut sebelumnya. jika kita renungkan,ini merupakan bukan penjagaan yang sesungguhnya bukan?lebih penting dari sekedar menjaga agar terhindar dari bencana dan cobaan lainnya.Bayangkan jika setiap kali kita diberi cobaan dari Alloh SWT yang maksudnya sebagai sarana pembersihan dosa,lalu kita tidak diberi hidayah untuk menyadarinya ,Atau kita tidak pernah diberi cobaan sama sekali atas kekilafan yang telah kita lakukan ,hingga pada ahirnya akumulasi ( kumpulan ) dari kesalahan - kesalahan kita akan mendapatkan balasan diahirat kelak .Tentunya dengan balasan yang berlipat-lipat kerasnya ,Na'udzubilahi min dzalik!

Inilah makna istilah "manusia" yang kita sandang Bahwasanya kita sebagai manusia merupakan mahluk bernyawa (hidup) dan memiliki akal untuk membedakan yang baik dan yang buruk.dan kita berpotensi untuk berbuat salah (disengaja),berbuat khilaf (tak disengaja) ,serta berpotensi untuk lupa dan lalai.

B. Ins, Insan, Unas dan An-Nas

Keempat Istilah ini,yakni insun (dalam bahasa jawa sering dipakai dengan istilah ingsun ),insaanun,unaasun dan an-naasu,terdapat dalam Al-Qur'an,yakni pada ayat berikut :

"aku tidak menciptakan jin dan manusia selain untuk bribadah (Kepada-Ku)" (QS adz-Dzariyat [51]:56)


 "Sesungguhnya Kami telah menciptakan Manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya " (QS at-Tiin[95]:4)


"Sesungguhnya mereka adalah orang -orang yang berpura -pura menyucikan diri " (QS al-A'raf[72]:82)


"Katakanlah "Aku berlindung kepada Tuhan yang memelihara dan menguasai Manusia " (QS an-Naas[114]:1)

Dalam tata bahasa Arab,kata ins,insaani,dan unaas berturut turut merupakan bentuk-bentuk tunggal ,mutsana (duaan),dan jamak jadi kata ins bermakna seorang manusia ,yakni menekankan pada aspek ragawi ,sementara kata insaani bermakna dua orang manusia,yakni manusia pada aspek jiwa dan raga.Dan kata unaas bermakna banyak manusia.yakni manusia dengan aspek -aspek menyeluruh didalamnya yang meliputi ragawi .nafsi(jiwa),dan ruhani(ruh) namun ketiga kata ini dibakukan hingga menjadi 3 kata yang mandiri dan memiliki arti yang sama ,yakni insun,insaanun (kita menyebutnya dengan istilah insan) ,dan unaasun(dimodifikasi menjadi  an-naas) . 

Wallaahua'lam. semoga teori yang saya kemukakan ini benar.

Tuhan Bersemayam Dalam Diri

Minggu, 04 Desember 2011

Ada sebuah ungkapan dalam BAhasa Arab yang sangat populer dikalangan para sufi yang berbunyi :

" Barang siapa sudah mengenal dirinya maka sungguh ia sudah mengenal Tuhanya maka sesungguhnya ia sudah mengenal rahasia ( diri)-Nya "

Bagi sebagian orang,ungkapan diatas merupakan hadist atau sabda Nabi Muhammad SAW. .Namun bagi sebagian yang lain ,ungkapan ini adalah sekedar kata - kata bijak semata, yang dipopulerkan oleh para ahli tasawuf.saya sendiri tidak terlalu mempersoalkan sumber ungkapan tersebut .Namun yang pasti didalamnya terkandung makna yang luar biasa dalam.
Seseorang yang telah mengenal dirinya ,yakni sudah mengenal hakikat diri atau jati dirinya ,pastilah ia sudah mengenal tuhannya .kata yang dipakai untuk menyebut " tuhan " disini adalah Rabb,yang bermakna Tuhan SAng  Pencipta. Jadi,untuk mengenal Tuhan harus dimulai dengan mengenal tentang awal penciptaan atau asal - muasal diri sendiri terlebih dahulu.

Kita sering mendengar kisah orang yang mengembara untuk mencari kebenaran .ia pergi kepuncak gunung,bertapa digoa keramat, menjelajah ke penjuru bumi ,keluar masuk negeri menahan letih ,lapar dan dahaga semua itu dilakukan untuik bertemu tuhannya ,Namun Tuhan yang ia cari tak kunjung ditrmukan .Ahirnya sampailah ia disuatu kesadaran bahwa Tuhan bersemayam tak juah dari dirinya .Ternyata Tuhan yang dicarinya kesana - kemari berada sangat dekat dari dirinya ,Dia ada didalam diri, Coba kita perhatikan firman Alloh berikut ini :


Dan Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya,dan kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya" (QS Qaaf[50]:16)

Urat leher berada dalam leher,ia merupakan bagian dari tubuh kita ,bahkan teramat istimewa karena terletak dibagian dalam yang terlihat oleh mata ,ia juga berperan vital sebagai alur penopang kehidupan manusia atau mahluk hidup bernyawa lainnya. kita lihat saja menyembelih ayam,seseorang harus memutus urat leher untuk memeastikan kematiannya,demikian pula dengan hewan hewan lainnya seperti kambing,sapi,lembu,dan lainnya. tak terkecuali manusia. kematian mahluk hidup itu ditentukan oleh putusnya urat leher.
Dari ayat diatas kita bisa mengambil pelajaran bahwa Tuhan teramat dekat dengan kita,bahkan lebih dekat dari jasmani kita . Jasmani ini hanya titipan ,yang kita pakai saat menjadi manusia Bumi .Tuhan lebih dekat dari barang titipan tersebut.dia tetap eksis meskipun jasmani kita sudah lepas dan hancur menyatu dengan bumi. Kita bayangkan sendiri betapa dekatnya Dia!

Tuhan juga berfirman dalam hadis Qudsi :
                
" Alam semesta tak mampu menampung diri_Ku,hanya Hati orang Muslimlah yang mampu menampung-Ku"

Ya,jelas bukan? Tuhan hadir dan bersemayam dalam setiap Hati orang beriman.Dia tidak mungkin turun langsung ke Bumi karena terlalu Sucin-Nya Dia.
Dikisahkan ,suatu ketika Nabi Musa As penasaran ingin bertemu dan melihat Alloh SWT secara langsung dengan mata kepala.Hal ini dilakukanya atas desakan umatnya ,yakni kaum yahudi. Sosok-sosok umat nabi Musa As. ketika itu merupakan gambaran -gambaran manusia-mansia matrealistis ,yang selalu berpedoman pada hal - hal yang terlihat oleh mata kasar. Di luar itu dianggapnya sebagai khayal,sesuatu yang membodohkan akal.MAka Tuhan pun diasumsikannya sebagai bagian dari material yang dapat diketahui keberadaan-Nya dengan Indra. Alloh SWT memberi jawaban kepada nabi musa as,bahwa hal itu tak mungkin dilakukan.kalaupun dipaksa bisa berakibat fatal.untuk melihat alloh bukan menggunakan mata jasmani tapi menggunakan mata hati.namun kaum nabi musa as saat itu masih mengandalkan ukuran material dan tak kendur membujuk nabinya.Hingga nabi Musa as terus memohon dan merengek kepada Alloh untuk dapat melihat-Nya dengan mata kepala sendiri,seperti apa wujud Tuhan.
Ahirnya Alloh SWT mengabulkan keinginan kekasih-Nya tersebut.disuruhnya nabi musa as pergi ke bukit Tursina.disana ia disuruh bersiap diri,menatap sebuah gunung dan menanti kejadian apa yang akan dilihatnya nanti.kemudian Tuhan menampakkan diri dalam wujud Nur.ya hanya Nur (cahaya)saja.gempa menggema diselingi kilatan-kilatan cahaya maha dahsyat.Rupanya tubuh nabi musa as telah dilindungi dengan Nur-Nya hingga dia terhindar dari kemusnahan.sontak nabi musa as bersimpuh memohon ampun setelah tersadar dari pingsannya ,hatinya terbuka dalam menerima pencerahan spiritual.sadarlah ia bahwa alam jasmani amatlah rapuh ,meski selalu menggoda.sementara hati manusia merupakan singgasana maha luas tiada batas. Disanalah tuhan bersemayam.
Dari penjabaran dari firman alloh SWT itu kita bisa menyadari bahwa untuk mncari Tuhan tidak perlu jauh-jauh,cukup di dalam diri.kalau pun seseorng harus menempuh jalan pengembaraan,tanpa brata melakukan hidup prihatin,dan laku sepiritual atau iibadah yang melelahkan;semua itu tiada lain tuntuk melepaskan diri dari perangkap jasmani yang selalu mengajak ke arah kiri (kesesatan).Para sufi mengatakan, "jasmani adalah hijab (dinding) yang paling tebal untuk dapat melihat Allah SWT".Selain itu,jasmani memiliki kecenderungan untuk condong pada kejahatan,sebagai firman-Nya:

"dari kejahatan apa saja yang telah ia ciptakan" (QS al-Falaq [113]:2)

Jika kita tidak mampu mengatasi dan mengendalikan jasmani,dengan kata lain kita sudah berhasil memperbudaknya dan bukannya kita yang diperbudak olehnya,maka kita akan memasuki kesadaran rohani.hati kita menjadi hidup dan akal kita bercahaya.didalam hati yang hidup inilah Tuhan hadir dan bersemayam disana.seseorang yang hatinya dipenuhi dzikir dan akalnya disinari ilmu ketuhanan,ia merasa bahwa dirinya menjadi ghaib (tidak ada),tenggelam dimahakeadaan Tuhan,sebagaimana firmannya dalam hadis Qudsi:

"orang-orang yang dekat dengan-Ku,ia tidak hanya melaksanakan apa yang aku wajibkan kepadanya.malah hamba tersebut merasa dekat kepada-Ku dengan melaksanakan amal -amal tambahan hingga akupun mencintainya.Jika aku sudah mencintainya maka aku menjadi pendengarannya yang dengan itulah dia mendengar,aku menjadi penglihatannya yang dengan itulah dia melih,aku menjadi lidahnya yang dengan itulah dia berkata - kata,aku menjadi tangannya yang dengan itulah dia memegang ,aku menjadi kakinya yang dengan itulah dia berjalan,aku menjadi hatinya yang dengan itulah dia bercita2" (HR.Imam Bukhori)

Inilah Tuhan yang selama ini kita cari,ternyata dia bukan sekedar tulisan ALLOH,atau sekedar bacaan "Nama-Nya" yang kita dengungkan sehari-hari,bukan pula sosok gaib yang ditunjukkan ke arah atas oleh jjemari orang yang sedang berdoa.semua itu sekedar simbol.ternyata Alloh SWT bersemayam didalam hati kita masing - masing manakala kita menghadirkaNya dengan Dzikir dengan amalan amalan yg telah di tununkan Nabi Muhammad SAW.

baiklah, tahapan pengenalan Tuhan telah terkupas sudah,namun rasanya kita sudah melangkah ke pemahaman yang agak jauh.ada kalanya kita melihat diri kita secara bertahap terlebih dahulu,untuk mengantarkan pengenalan terhadap Tuhan.
Anda saya ajak untuk menelaah unsur - unsur serta asal usul pada bab - bab selanjutnya.

Sabdo Pambagyo

Åjå sirå wani-wani ngaku Pangéran, sênadyan kawrúhira wís tumêka “Ngadêg Sarirå Tunggal” utåwå bisa mêngêrtèni
“Manunggaling Kawulå Gusti”
(Janganlah kamu coba berani mengaku Tuhan, walaupun ilmu pengetahuanmu sudah sampai pada ‘berdiri sebagai Pribadi Tunggal’ atau bisa memahami “kemanunggalan” makhluk dengan Sang Pencipta)
♥♥♥

Pangéran Kang Måhå Kuwåså (Gusti Allah, Tuhan) iku siji, angliputi ing ngêndi papan, langgêng, síng nganakaké jagad iki saisiné, dadi sêsêmbahan wóng sa-alam donyå kabèh, panêmbahan nganggo carané dhéwé-dhéwé
(Tuhan Yang Maha Kuasa itu satu, meliputi seluruh penjuru dunia, yang abadi, yang mencipta bumi seisinya,
disembah oleh manusia seluruh dunia,
(manusia) menyembah dengan caranya masing-masing)
♥♥♥

Janma ingkang wus waspadeng semu
sinamun ing samudana, sesadon ingadu manis
(Ciri orang yang sudah cermat akan ilmu
justru selalu merendah diri dan selalu berprasangka baik)
♥♥♥

Si pengung nora nglegawa, sangsayarda deniro cacariwis,
Ngandhar-andhar angendhukur, Kandhane nora kaprah,
saya elok alangka longkanganipun. Kawruhe mung ana wuwus,
Wuwuse gumaib gaib,kasliring thithik tan kena.
Si wasis waskitha ngalah, ngalingi marang si pingging.
(Si dungu tidak menyadari, bualannya semakin menjadi jadi,
ngelantur bicara yang tidak-tidak, bicaranya tidak masuk akal,
makin aneh, membual tak ada jedanya. Ilmunya sebatas mulut,
kata-katanya di gaib-gaibkan,
dibantah sedikit saja tidak mau, membelalak alisnya menjadi satu
Lain halnya, Si Pandai cermat dan mengalah, tidak mau membuka aib si bodoh)
♥♥♥

Nulada laku utama tumrape wong tanah jawi,
Wong agung ing Ngeksiganda, Panembahan Senopati,
Kepati amarsudi sudane hawa lan nepsu,
Pinepsu tapa brata, tanapi ing siyang ratri,
Amamangun karyenak tyasing sesama.
(Contohlah perilaku utama, bagi kalangan orang Jawa (Nusantara),
orang besar dari Ngeksiganda (Mataram), Panembahan Senopati,
yang tekun, mengurangi hawa nafsu, dengan jalan prihatin (bertapa),
serta siang malam selalu berkarya, menentramkan hati kepada sesama)
♥♥♥

Ing donyå iki ånå róng warnå síng diarani bêbênêr, yakuwi bênêr mungguhíng Pangéran lan bênêr såkå kang lagi kuwåså
(Di dunia ini ada dua macam kebenaran, yakni kebenaran menurut Tuhan dan kebenaran yang datang dari manusia sedang berkuasa)
♥♥♥
Klabang iku wisané ånå ing capité.
Kålåjêngkíng wisané múng ånå pucúk buntút (êntúp).
Yèn ulå mung dumunúng ånå untuné ulå kang duwé wiså.
Nangíng yèn durjånå wisané dumunúng ånå ing sakujúr badan
(Bisa Lipan terletak dicapitnya, bisa kalajengking hanya terdapat di ujung ekornya, bisa ular hanya terdapat di gigi taringnya saja, tetapi manusia durjana seluruh badannya berbisa)
♥♥♥

Ajiníng dhiri iku dumunúng ånå ing lathi lan budi
(Harga diri seseorang terletak di dalam ucapan dan budi pekertinya)
♥♥♥

Wóng iku kudu ngudi kabêcikan, jalaran kabêcikan iku sanguníng uríp. Wóng kang ora gêlêm ngudi kabêcikan iku prasasat sétan
(Setiap orang harus berusaha melaksanakan kebajikan, sebab kebajikan itu sebagai bekal hidup. Orang yang tidak mempedulikan kebajikan adalah sebangsa setan)
♥♥♥

Ngèlmu iku kêlakóné kanthi laku, sênajan akèh ngèlmuné lamún ora ditangkaraké lan ora digunakaké, ngèlmu iku tanpå gunå
(Ilmu diperoleh dengan usaha yang giat, walapun banyak ilmu jika tidak disebarluaskan dan tidak dimanfaatkan, ilmu tersebut tak kan berguna apa-apa)
♥♥♥

Wóng linuwíh iku kudu biså ngêpèk ati lan ngêpénakaké atiné liyan. Yèn kumpúl karo mitrå kudu biså ngêtrapaké têmbúng kang manís kang pêdhês, sêpêt, bisa gawé sênêngíng ati. Yèn kumpúl pandhitå kudu biså ngómóngaké têmbúng kang bêcík. Yèn ånå sangarêpíng mungsúh kudu biså ngatónaké kuwåså pangaribåwå kaluwihané
(Orang punya kelebihan harus bisa mengambil hati dan menentramkan hati orang lain, jika berkumpul bersama kawan-kawan harus bisa menyesuaikan ucapan yang manis, yang pedas, yang sepet, bisa membuat gembira hati orang lain. Bilamana berkumpul dengan pendhita harus bisa berucap secara sopan dan baik. Bilamana berada di depan musuh harus bisa memperlihatkan wibawa dan kelebihannya)
♥♥♥

Åjå sênêng yèn dèn alêm, åjå sêngit yèn dèn cacad
(Jangan senang jika dipuji, jangan sakit hati jika dicela)

Kearifan Lokal yang Selalu di Curigai


Ajaran kejawen, dalam perkembangan sejarahnya mengalami pasang surut. Hal itu tidak lepas dari adanya benturan-benturan dengan teologi dan budaya asing (Belanda, Arab, Cina, India, Jepang, AS). Yang paling keras adalah benturan dengan teologi asing, karena kehadiran kepercayaan baru disertai dengan upaya-upaya membangun kesan bahwa budaya Jawa itu hina, memalukan, rendah martabatnya, bahkan kepercayaan lokal disebut sebagai kekafiran, sehingga harus ditinggalkan sekalipun oleh tuannya sendiri, dan harus diganti dengan “kepercayaan baru” yang dianggap paling mulia segalanya. Dengan naifnya kepercayaan baru merekrut pengikut dengan jaminan kepastian masuk syurga. Gerakan tersebut sangat efektif karena dilakukan secara sistematis mendapat dukungan dari kekuatan politik asing yang tengah bertarung di negeri ini.

Selain itu “pendatang baru” selalu berusaha membangun image buruk terhadap kearifan-kearifan lokal (baca: budaya Jawa) dengan cara memberikan contoh-contoh patologi sosial (penyakit masyarakat), penyimpangan sosial,  pelanggaran kaidah Kejawen, yang terjadi saat itu, diklaim oleh “pendatang baru” sebagai bukti nyata kesesatan ajaran Jawa. Hal itu sama saja dengan menganggap Islam itu buruk dengan cara menampilkan contoh perbuatan sadis terorisme, menteri agama yang korupsi, pejabat berjilbab yang selingkuh, kyai yang menghamili santrinya, dst.

 Tidak berhenti disitu saja, kekuatan asing terus mendiskreditkan manusia Jawa dengan cara memanipulasi atau memutar balik sejarah masa lampau. Bukti-bukti kearifan lokal dimusnahkan, sehingga banyak sekali naskah-naskah kuno yang berisi ajaran-ajaran tentang tatakrama, kaidah, budi pekerti yang luhur bangsa (Jawa) Indonesia kuno sebelum era kewalian datang, kemudian dibumi hanguskan oleh para “pendatang baru” tersebut. Kosa kata Jawa juga mengalami penjajahan, istilah-istilah Jawa yang dahulu mempunyai makna yang arif, luhur, bijaksana, kemudian dibelokkan maknanya menurut kepentingan dan perspektif subyektif disesuaikan dengan kepentingan “pendatang baru” yang tidak suka dengan “local wisdom”. 
Akibatnya; istilah-istilah seperti; kejawen, klenik, mistis, tahyul mengalami degradasi makna, dan berkonotasi negatif. Istilah-istilah tersebut “di-sama-makna-kan” dengan dosa dan larangan-larangan dogma agama; misalnya; kemusyrikan, gugon tuhon, budak setan, menyembah setan, dst. Padahal tidak demikian makna aslinya, sebaliknya istilah tersebut justru mempunyai arti yang sangat religius sbb;

Klenik :     merupakan pemahaman terhadap suatu kejadian yang dihubungkan dengan hukum sebab akibat yang berkaitan dengan kekuatan gaib (metafisik) yang tidak lain bersumber dari Dzat tertinggi yakni Tuhan Yang Maha Suci. Di dalam agama manapun unsur “klenik” ini selalu ada.

Mistis       : adalah ruang atau wilayah gaib yang dapat dirambah dan dipahami manusia, sebagai upayanya untuk memahami Tuhan Yang Maha Kuasa. Dalam agama Islam ruang mistik untuk memahami sejatinya Tuhan dikenal dengan istilah tasawuf.

Tahyul     : adalah kepercayaan akan hal-hal yang gaib yang berhubungan dengan makhluk gaib ciptan Tuhan. Manusia Jawa sangat  mempercayai adanya kekuatan gaib yang dipahaminya sebagai wujud dari kebesaran Tuhan Sang Maha Pencipta.  Kepercayaan kepada yang gaib ini juga terdapat di dalam rukun Islam.

Tradisi    : dalam tradisi Jawa, seseorang dapat mewujudkan doa dalam bentuk lambang atau simbol. Lambang dan simbol dilengkapi dengan sarana ubo rampe sebagai pelengkap kesempurnaan dalam berdoa. Lambang dan simbol juga mengartikan secara kias bahasa alam yang dipercaya manusia Jawa sebagai bentuk isyarat akan kehendak Tuhan. Manusia Jawa akan merasa lebih dekat dengan Tuhan jika doanya tidak sekedar diucapkan di mulut saja (NATO: not action talk only), melainkan dengan diwujudkan dalam bentuk tumpeng, sesaji dsb sebagi simbol kemanunggalan tekad bulat. Maka manusia Jawa dalam berdoa melibatkan empat unsur tekad bulat yakni hati, fikiran, ucapan, dan tindakan. Upacara-upacara tradisional sebagai bentuk kepedulian pada lingkungannya, baik kepada lingkungan masyarakat manusia maupun masyarakat gaib yang hidup berdampingan, agar selaras dan harmonis dalam manembah kapada Tuhan. Bagi manusia Jawa, setiap rasa syukur dan doa harus diwujudkan dalam bentuk tindakan riil (ihtiyar) sebagai bentuk ketabahan dan kebulatan tekad yang diyakini dapat membuat doa terkabul. Akan tetapi niat dan makna dibalik tradisi ritual tersebut sering dianggap sebagai kegiatan gugon tuhon/ela-elu, asal ngikut saja,  sikap menghamburkan, dan bentuk kemubadiran, dst.

Kejawen : berisi kaidah moral dan budi pekerti luhur, serta memuat tata cara manusia dalam melakukan penyembahan tertinggi kepada Tuhan Yang Maha Tunggal. Akan tetapi, setelah abad 15 Majapahit runtuh oleh serbuan anaknya sendiri, dengan cara serampangan dan subyektif, jauh dari kearifan dan budi pekerti yg luhur, “pendatang baru” menganggap ajaran kejawen sebagai biangnya kemusyrikan, kesesatan, kebobrokan moral, dan kekafiran. Maka harus dimusnahkan. Ironisnya, manusia Jawa yang sudah “kejawan” ilang jawane, justru mempuyai andil besar dalam upaya cultural assasination ini. Mereka lupa bahwa nilai budaya asli nenek moyang mereka itulah yang pernah membawa bumi nusantara ini menggapai masa kejayaannya di era Majapahit hingga berlangsung selama lima generasi penerus tahta kerajaan.


Ajaran Tentang Budi Pekerti, Menggapai Manusia Sejati

Dalam khasanah referensi kebudayaan Jawa dikenal berbagai literatur sastra yang mempunyai gaya penulisan beragam dan unik. Sebut saja misalnya; kitab, suluk, serat, babad, yang biasanya tidak hanya sekedar kumpulan baris-baris kalimat, tetapi ditulis dengan seni kesusastraan yang tinggi, berupa tembang yang disusun dalam bait-bait atau padha yang merupakan bagian dari tembang misalnya; pupuh, sinom, pangkur, pucung, asmaradhana dst. Teks yang disusun ialah yang memiliki kandungan unsur pesan moral, yang diajarkan tokoh-tokoh utama atau penulisnya, mewarnai seluruh isi teks.

Pendidikan moral budi pekerti menjadi pokok pelajaran yang diutamakan. Moral atau budi pekerti di sini dalam arti kaidah-kaidah yang membedakan baik atau buruk segala sesuatu, tata krama, atau aturan-aturan yang melarang atau menganjurkan seseorang dalam menghadapi lingkungan alam dan sosialnya. Sumber dari kaidah-kaidah tersebut didasari oleh keyakinan, gagasan, dan nilai-nilai yang berkembang di dalam masyarakat yang bersangktan. Kaidah tersebut akan tampak dalam manifestasi tingkah laku dan perbuatan anggota masyarakat.

Demikian lah makna dari ajaran Kejawen yang sesungguhnya, dengan demikian dapat menambah jelas  pemahaman terhadap konsepsi pendidikan budi pekerti yang mewarnai kebudayaan Jawa. Hal ini dapat diteruskan kepada generasi muda guna membentuk watak yang berbudi luhur dan bersedia menempa jiwa yang berkepribadian teguh. Uraian yang memaparkan nilai-nilai luhur dalam kebudayaan masyarakat Jawa yang diungkapkan diatas dapat membuka wawasan pikir dan hati nurani bangsa bahwa dalam masyarakat kuno asli pribumi telah terdapat seperangkat nilai-nilai moralitas yang dapat diterapkan untuk mengangkat harkat dan martabat hidup manusia.

Dua Ancaman Besar dalam Ajaran Kejawen

Dalam ajaran kejawen, terdapat dua bentuk ancaman besar yang mendasari sikap kewaspadaan (eling lan waspada), karena dapat menghancurkan kaidah-kaidah kemanusiaan, yakni; hawanepsu dan pamrih. Manusia harus mampu meredam hawa nafsu atau nutupi babahan hawa sanga. Yakni mengontrol nafsu-nafsunya yang muncul dari sembilan unsur yang terdapat dalam diri manusia, dan melepas pamrihnya.

Dalam perspektif kaidah Jawa, nafsu-nafsu merupakan perasaan kasar karena menggagalkan kontrol diri manusia, membelenggu, serta buta pada dunia lahir maupun batin. Nafsu akan memperlemah manusia karena menjadi sumber yang memboroskan kekuatan-kekuatan batin tanpa ada gunanya. Lebih lanjut, menurut kaidah Jawa nafsu akan lebih berbahaya karena mampu menutup akal budi. Sehingga manusia yang menuruti hawa nafsu tidak lagi menuruti akal budinya (budi pekerti). Manusia demikian tidak dapat mengembangkan segi-segi halusnya, manusia semakin mengancam lingkungannya, menimbulkan konflik, ketegangan, dan merusak ketrentaman yang mengganggu stabilitas kebangsaan

NAFSU

Hawa nafsu (lauwamah, amarah, supiyah) secara kejawen diungkapkan dalam bentuk akronim, yakni apa yang disebut M5 atau malima; madat, madon, maling, mangan, main; mabuk-mabukan, main perempuan, mencuri, makan, berjudi. Untuk meredam nafsu malima, manusia Jawa melakukan laku tapa atau “puasa”. Misalnya; tapa brata, tapa ngrame, tapa mendhem, tapa ngeli.

Tapa brata ; sikap perbuatan seseorang yang selalu menahan/puasa hawa nafsu yang berasal dari lima indra. Nafsu angkara yang buruk yakni lauwamah, amarah, supiyah.
Tapa ngrame; adalah watak untuk giat membantu, menolong sesama tetapi “sepi” dalam nafsu pamrih yakni golek butuhe dewe.

Tapa mendhem; adalah mengubur nafsu riak, takabur, sombong, suka pamer, pamrih. Semua sifat buruk dikubur dalam-dalam, termasuk “mengubur” amal kebaikan yang pernah kita lakukan kepada orang lain, dari benak ingatan kita sendiri. Manusia suci adalah mereka yang tidak ingat lagi apa saja amal kebaikan yang pernah dilakukan pada orang lain, sebaliknya selalu ingat semua kejahatan yg pernah dilakukannya. 

Tapa ngeli, yakni menghanyutkan diri ke dalam arus “aliran air sungai Dzat”, yakni mengikuti kehendak Gusti Maha Wisesa. “Aliran air” milik Tuhan, seumpama air sungai yang mengalir menyusuri sungai, mengikuti irama alam, lekuk dan kelok sungai, yang merupakan wujud bahasa “kebijaksanaan” alam. Maka manusia tersebut akan sampai pada muara samudra kabegjan atau keberuntungan. Berbeda dengan “aliran air” bah, yang menuruti kehendak nafsu akan berakhir celaka, karena air bah menerjang wewaler kaidah tata krama, menghempas “perahu nelayan”, menerjang “pepohonan”, dan menghancurkan “daratan”.

PAMRIH

     Pamrih merupakan ancaman ke dua bagi manusia. Bertindak karena pamrih berarti hanya mengutamakan kepentingan diri pribadi secara egois. Pamrih, mengabaikan kepentingan orang lain dan masyarakat. Secara sosiologis, pamrih itu mengacaukan (chaos) karena tindakannya tidak menghiraukan keselarasan sosial lingkungannya.  Pamrih juga akan menghancurkan diri pribadi dari dalam, kerana pamrih mengunggulkan secara mutlak keakuannya sendiri (istilahnya Freud; ego). Karena itu, pamrih akan membatasi diri atau mengisolasi diri dari sumber kekuatan batin. Dalam kaca mata Jawa, pamrih yang berasal dari nafsu ragawi akan mengalahkan nafsu sukmani (mutmainah) yang suci. Pamrih mengutamakan kepentingan-kepentingan duniawi, dengan demikian manusia mengikat dirinya sendiri dengan dunia luar sehingga manusia tidak sanggup lagi untuk memusatkan batin dalam dirinya sendiri. Oleh sebab itu pula, pamrih menjadi faktor penghalang bagi seseorang untuk mencapai “kemanunggalan” kawula gusti.

     Pamrih itu seperti apa, tidak setiap orang mampu mengindentifikasi. Kadang orang dengan mudah mengartikan pamrih itu, tetapi secara tidak sadar terjebak oleh perspektif subyektif yang berangkat dari kepentingan dirinya sendiri untuk melakukan pembenaran atas segala tindakannya. Untuk itu penting PanahSrikandi mengemukakan bentuk-bentuk pamrih yang dibagi dalam tiga bentuk nafsu dalam perspektif KEJAWEN :
  1. Nafsu selalu ingin menjadi orang pertama, yakni; nafsu golek menange dhewe; selalu ingin menangnya sendiri.
  2. Nafsu selalu menganggap dirinya selalu benar; nafsu golek benere dhewe.
  3. Nafsu selalu mementingkan kebutuhannya sendiri; nafsu golek butuhe dhewe. Kelakuan buruk seperti ini disebut juga sebagai aji mumpung. Misalnya mumpung berkuasa, lantas melakukan korupsi, tanpa peduli dengan nasib orang lain yang tertindas.

Untuk menjaga kaidah-kaidah manusia supaya tetap teguh dalam menjaga kesucian raga dan jiwanya, dikenal di dalam falsafah dan ajaran Jawa sebagai lakutama, perilaku hidup yang utama. Sembah merupakan salah satu bentuk lakutama, sebagaimana di tulis oleh pujangga masyhur (tahun 1811-1880-an) dan pengusaha sukses, yang sekaligus Ratu Gung Binatara terkenal karena sakti mandraguna, yakni Gusti Mangkunegoro IV dalam kitab Wedhatama (weda=perilaku, tama=utama) mengemukakan sistematika yang runtut dan teratur dari yang rendah ke tingkatan tertinggi, yakni catur sembah; sembah raga, sembah cipta, sembah jiwa, sembah rasa.

Catur sembah ini senada dengan nafsu mutmainah (ajaran Islam) yang digunakan untuk meraih ma’rifatullah, "nggayuh jumbuhing kawula Gusti". Apabila seseorang dapat menjalani secara runtut catur sembah hingga mencapai sembah yang paling tinggi, niscaya siapapun akan mendapatkan anugerah agung menjadi manusia linuwih, atas berkat kemurahan Tuhan Yang Maha Kasih, tidak tergantung apa agamanya.

Yang saBaR ya nDuk..

Jumat, 07 Oktober 2011

'Yang sabar ya nDuk, yang sabar. Disini sumarahmu itu benar benar dicoba......

Meskipun laki - laki itu macam macam, ditempat tidur mereka adalah anak - anak yang manja...
Karena itu waspadalah, anak yang manja bisa meronta- ronta, bila tidak kesampaian maksudnya..'.